Kamis, 01 Mei 2014

AM (About Me) : Masa-masa Transisi

Husna Linda Yani. Putri sulung dari Bapak Abdullah Yahya dan Ibu Saudah M. Amin ini, Lahir dan tumbuh besar di KL alias Kota Langsa. Kota kecil sebagai tempat peralihan sebelum masuk ke daerah perbatasan Aceh-Medan.

Dulu, namanya bukan Husna Linda Yani, Tetapi Husniati. tidak tahu bagaimana akhirnya nama yang satu kata itu terpecah menjadi tiga pecahan nama. Sehingga ia banyak memiliki nama panggilan. Namun, ada kisah lucu tentang panggilan namanya.

Gadis ini, sewaktu masih duduk di bangku Sekolah Dasar sangat tidak senang jika disapa dengan panggilan nama depannya. Husna. Baik oleh teman-teman ataupun guru di sekolahnya. Hal ini terjadi karena kebiasaan yang dia terima di sekolah berbeda dengan kesehariannya di rumah dan lingkungan permainannya.

Kalau di rumah orang-orang memanggilnya dengan penggalan nama keduanya, yaitu Linda. Dan ketika lingkungan baru saat pertama kali ia masuk sekolah dasar ia merasakan keanehan pendengaran jika di sapa dengan Husna. Dan keanehan itu pun terjadi saat teman sepermainannya di rumah dan juga merupakan teman akrabnya di Sekolah ikut memanggilnya Husna kalau di Sekolah. HmmM.. Mungkin inilah yang dikatakan bahwa faktor keluarga dan lingkungan sangat berpengaruh bagi mental anak-anak. Namun sekarang ia lebih suka dipanggil Husna yang berarti Baik, dan membiarkan panggilan semasa kecilnya menjadi panggilan sayang dari orang-orang terdekat.

Husna kecil, berbeda sekali dengan Husna yang sekarang. Husna yang dulu merupakan Gadis kecil yang tomboy dan pemberani. Tapi bukan berarti husna yang sekarang tidak tomboy dan pemberani. Hanya saja konteksnya yang berbeda. 

Sejak kecil, bisa dihitung dengan jari teman sepermainannya yang perempuan. Ia lebih dominan bermain ke sana ke mari bersama sekawanan teman lelakinya. Kenapa demikian? alasan pertama, memang anak perempuan yang seusianya bisa dihitung dengan jari ketimbang teman-teman lelakinya. yang kedua, teman perempuan terlalu cengeng, sedikit-sedikit ngadu dengan kakak ataupun keluarganya kalau salah atau apapun itu, sehingga bertolak belakang dengan sifatnya yang agak tertutup dan tak mau membawa masalahnya dengan teman-teman sepermainan ke rumah. karena menurut pemikiran kecilnya saat itu, jika melibatkan orang tua dalam urusan kecilnya dengan teman-teman seperti berkelahi ataupun sebagainya bukan menjadi solusi, malah bisa emmbuat konflik tetangga. itu yang ia lihat dari teman-temannya. Mungkin sejak itulah dia berkomitmen untuk memilah antara urusan keluarga dan urusan pribadi yang masih diterapkannya sampai saat ini. 

Yang ketiga adalah, teman perempuan suka permainan ala anak rumahan. sedangkan dia, suka permainan yang menantang dan mencoba permainan yang baru. Dan itu dia temukan saat bersama teman lelakinya. Sangking tomboynya dia, dia cukup disegani oleh teman-teman lelakinya. itu kenapa? Karena kalau ada diantara mereka yang macam-macam, usil ataupun suka mengganggu teman yang lainnya, maka bersiap-siaplah diplintir tangannya atau diajak bergulat dengannnya. Yah.. Begitulah masa kecil yang menyenangkan.

Dia Punya sahabat kecil. Tumbuh besar bersama di desa kecil yang dikelilingi hutan dan persawahan serta ladang. membuat mereka bebas mengeksplor diri. Masuk SD yang sama dan sekelas, Jalan bareng ke sekolah hingga buat PR di jalan karena kedua-duanya lupa kalau ada PR. terpaksa membuatnya dijalan, saling meminjamkan punggung sebagai meja untuk menyalin tugas-tugas. Kemudian setelah 6 tahun berada di sekolah yang sama, kini mereka lulus dan melanjutkan di SMP yang sama pula, hanya berbeda kelas. Berangkat dan pulang sekolah bersama tetap mereka jalankan. 


Namun, disinilah titik balik seorang Husna Linda Yani. Sejak lulus SD, Ia telah mendesain dirinya ingin bagaimana, tampil menjadi sosok apa. Karena sejak kecil, ia sudah dikirim ke pengajian yang dikelola keluarga Sahabatnya itu, sedikit demi sedikit ia mulai paham agama. ditambah lagi ia berasal dari keluarga yang sangat agamis. Ia merupakan cucu dari Seorang Imam ternama di desa Ibunya yang bersebelahan dengan desa kelahirannya. 

Lulus Sekolah Dasar, ia bercita-cita ingin memakai jilbab, pergi kemana-mana tertutup. saat itu, fikirannya sangat simpel. Pakaian yang ia ingin gunakan adalah baju kurung yang panjangnya menutupi pantat dengan  lengan panjang dan cukup memakai celana kain. Tak lebih. tak ada terfikir memakai manset, kaus kaki seperti sekarang. Namun, saat kakak-kakaknya mulai hijrah mengenakan pakaian muslimah yang sebenarnya dan mengajarkannya berpakaian yang benar, terakhir ia pun mulai mempelajarinya lebih mendalam.

Masuk SMP, kemudian ia berkenalan dengan Organisasi Rohis yang disarankan sang kakak. Aktif di setiap kajian jum'atan kemudian ia diamanahkan menjadi Ketua Rohis di SMPnya. 

Di sinilah mulai terasa renggangnya persahabatan ia dan temannya. Sahabat dekatnya adalah Lelaki, saat dia baligh dan mempelajari batasan antara laki-laki dan perempuan ia mulai membatasi interaksi dengan laki-laki. walaupun kesan tomboynya masih terasa. karena walaupun ia tak bisa memungkiri kalau teman-temannya lebih banyak lelaki, padahal penampilannya sudah tertutup rapi.

Sahabatnya pun mencoba mengerti keputusannya. karena ia pun paham, karena ia juga anak seorang Imam yang mengelola pengajian di kampungnya. Walaupun demikian, mereka tetap bersahabat hingga sekarang, InsyaAllah. Lulus SMP, mereka masing-masing melanjutkan di Sekolah yang berbeda. Husna memilih SMA Negri, ssedangkan Sahabatnya itu memilih masuk Sekolah kejuruan. Walau berbeda sekolah, arah sekolah mereka masih sama. kadang mereka suka pergi bareng ataupun pulang bareng.

Karena sibuk dan telah memiliki prioritas kegiatan masing-masing, walaupun rumah mereka tak terlalu jauh jaraknya, komunikasi antara mereka benar-benar sudah sangat jarang. paling sesekali berpapasan hanya saling melempar senyum, dan sapa singkat. 
Photo tanpa Abang (Saat itu Abang sedang masak untuk pelepasan saya dan kakak kembali ke Banda)

Husna semasa SMA sangat aktif dalam berorganisasi lebih dari masa SMPPnya. semua kegiatan diikutinya. keluarga pun mendukung dan Abang dan kakaknya bahkan banyak merekomendasi adiknya itu masuk organisasi ini ataupun itu. seperti si Abang merekomendasikan adiknya itu masuk Remaja Mesjid. tujuannya adalah agar bisa dikontrol adik kecilnya itu, karena sang abng juga terlibat di situ juga. Lian dengan kakak-kakaknya, masuk ini Rohis, HIPISA, KAPMI dll, hingga berkenalanlah ia dengan yang namanya Halaqah rutin atau yang akrab disebut LIQO. 

Hal itu, tak asing bagi dirinya, karena sewaktu Rohis di SMPnya juga sudah ada kelompok kecil tersebut, namun bukan Liqo, cuma pertemuan anak-anak Rohis yang memang tak ramai masa itu. 

Walaupun banyak organisasi yang ia ikuti, tidak mengurangi prestasi akademiknya di Sekolah. Sejak SMP ia sudah masuk di kelas Inti (karena belum ada kelas Unggul di SMPnya), pernah mewakili SMPnya untuk mengikuti Olimpiade Fisika. Dan SMA ia juga masuk Kelas Inti yang bersebelahan dengan kelas Unggul. SD pun ia kerap sekali meraih juara Pertama berturut-turut.

Kelas Dua SMA, Karena ketomboyannya, dan juga atas kebiasaan kecilnya, suka hal-hal yang menantang, Ia menjadi delegasi sekolahnya ikut PORDA cabang Lari ke Banda Aceh. Awalnya, Ia tak mendapat izin dan dukungan dari keluarganya. namun, sang guru mempunyai cara tersendiri untuk membangun komunikasi dengan orang tuanya. namun demikian, sang abang, tetap bersikeras melarangnya. "Apa ini, Akhwat masak ikut lomba lari? yang Enggak, Enggak aja. Gak boleh"

Namun, tahun 2006, Selang dua tahun setelah Tsunami, ia berangkat ke kota tempat para kakaknya menimba ilmu. Pergi dengan rombongan anak-anak lari dari berbagai sekolah. Bayangkan, saat berangkat pakaian yang dikenakan itu baju dengan setelan Rok dengan jilbab berkibar. Teman dan guru dari sekolah lain pun heran melihatnya. bahkan sampai pada waktu para peserta akan berangkat ke Lapangan, ia menggenakan baju terusan (bukan gamis yang modis seperti sekarang). Baru, saat lomba akan dimulai ia pun mengganti dengan celana training, baju lengan panjang dan jilbab panajng menutupi dada lengkap dengan sepatu sport miliknya.

Dan kini, Ia kembali kembali ke Banda Aceh, 2008  untuk mengenyam pendidikan di Universitas Jantong Hatee Rakyat Aceh di Universitas Syiah Kuala dan UIN Ar-Raniry. Yang pada akhirnya, ia harus memilih satu diantara keduanya. :)

Bersambung....




1 komentar:

coffee crispy mengatakan...

dan kini dia hampir mendapat predikat seorang arsitek :D

Posting Komentar

Tinggalkan kenang-kenangan setelah anda berkunjung walau hanya sebait sapa.. :)

 
;