Minggu, 10 April 2016 0 komentar

IBADAH : Berhenti Memadamkan API

Pelajaran luar biasa yang saya dapatkan sore ini. Setelah sekian lama hijrah meninggalkan rumah sewaku ke rumah teman, akhirnya sore tadi saya menyempatkan pulang ke rumah. Bukan berarti saya tidak pulang, hanya saja biasanya aku pulang sebentar ke rumah setelah magrib untuk mengambil beberapa keperluan. Dan kali ini beda, Pukul 17.30 saya sudah di rumah.

Allahu Rabbi.. Pemandangan apa ini? Ratusan dedaunan seenaknya saja parkir di depan rumah. Why? oh.. No. Saya bergegas masuk ke dalam meletakkan tas dan tiba-tiba Kak Dahni, teman se rumah muncul dari kamarnya. Beliau mengajakku untuk buang sampah ke pembuangan belakang. Tak ada alasan bagi saya untuk menolaknya, karena sampah saya juga maih tergantunng di luar. Kami memang terbiasa memisahkan segala sesuatu, agar muncul kesadaran untuk disiplin. Termasuk tidak membagi tempat sampah. Ini bukan kami pelit atau tidak kekeluargaan. Ini murni untuk meminimalkan perseteruan.

Setelah membuang sampah, saya pun meminjam sapu lidi milik penghuni rumah sebelah. Saya pun menghimpun dedaunan kering  yang berserakan. Karena rumah saya tipe rumah couple, dan rumahku yang letaknya paling ujung. jadi saya pun memulai menghimpun dedaunan itu dari rumah sebelah, karena jika saya tak menyapunya dari sana, percumalah saya berletih-letih menyapu, toh akhirnya sampah sebelah ditebangkan lagi oleh angin ke rumah. Bisa dua kali kerja bukan?

Setelah terkumpul dedaunan keering itu, aku meminta kak Dahni untuk membakarnya. Dan alhasil, karena kesalahan letak pembakaran, hampir saja kami melakukan kesalahan besar yaitu membakar sambungan kabel listrik yang tergantung tepat di bawah api. Api berkobar sangat tinggi, karena daun yang cukup  kering, sehingga kobaran api pun menjadi dahsyatnya.

Kami pun panik dan bergegas menyiramkannya air. Berharap tak kejadian hal yang tak diinginkan. Disinilah awal pelajaran berharga dari Allah.

Kak Dahni pun mendorong tumpukan sampah dedaunan itu ke arah lain dan bergegas membakarnya lagi. Syukurnya daun kering itu tak terlanjur basah. Sehingga masih bisa dihidupkan apinya.

Saya tersadar, saat api yang sempat padam perlahan hidup kembali. Ternyata memadamkan api, bukanlah cara yang tepat untuk menghentikan kobaran api. Mematikannya dengan menyiram adalah contoh pembunuhan karakter yang terlalu bahaya, dan bukan penyelesaian masalah.

Lihatlah, apa yang terjadi saat api yang sedang berkobar, kita siram dengan guyuran air. Api memang padam, namun komponen dari pemantik api tersebut, akhirnya melemah dan tak bisa digunakan hingga beberapa waktu ke depannya. apa itu pemantik api? ialah dedauan kering yang mulai basah dan lembab, yang akhirnya, akan menimbulkan masalah baru.

Begitu juga dengan diri kita, saat emosi datang, konflik perseteruan memanas antara sesama,  ataupun konflik dalam sebuah lembaga, memadamkan api kemarahan bukan dengan cara membekukan aktifitas mereka dalam sebuah lembaga tersebut. Tapi uraikanlah tumpukan api itu agar tak bersatu. Dengan begitu, kita tetap bisa memanajemen kobaran emosi.

Yah.. Inilah Pelajaran yang Allah berikan kepada saya sore ini. Ayat-ayat kauniyahnya begitu Jlep memperingati saya. Terimakasih Allah.

Lamduro, Aceh Besar. Januari 2015

Kamis, 31 Maret 2016 3 komentar

Al-Kahfi Vs Al-Kahfhone

Alangkah bersyukurnya saat melakukan perjalanan kita memeiliki teman-teman seperjalan yang senantiasa mengingatkan kita akan kewajiban sehari-hari , meskipun dalam perjalanan. Yah, itu juga adalah karunia Allah yang tidak ternilai dengan banyaknya harta yang kita punya Bayangkan saja, saat melakukan perjalanan panjang kita bersama orang-orang yang selalu merokok, memfitnah, mengadu domba, pemarah dan hal-hal lainnya. Sudah pastilah perjalanan panjang itu terasa membosankan dan tak ada arti apa-apa selain kata, ‘Menyesallah bepergian dengan si fulan atau fulanah itu.’

Saya teringat akan teman-teman Jaulah Amal Selatan Thailand silam. Alhamdulillah betapa beruntungnya saya dapat kembali bergabung dengan mereka orang-orang yang sangat bersemangat dan konsisten dalam melakukan kebaikan-kebaikan. Sebelum bertolak dari USJ, Kuala Lumpur, Kak Mija sebagai Leader perjalanan kami, memperingatkan untuk melakukan shalat sunnah sebelum bermusafir, bermunajat kepada Allah untuk meridhoi perjalanan ini. Di rest area pun kita sengaja berhenti untuk menyempatkan diri shalat dhuha. Di dalam mobil pun, alunan al-ma’tsurat pagi ataupun petang juga kita wiridkan. Bahkan malam-malam yang kami lalui pun adalah mereka yang senantiasa bangun di sepertiga malam. Sehingga saya betul-betul merasakan keberkahan yang luar biasa ketika melakuakan perjalanan ini, inilah tim cinta ilahi yang tak mungkin saya lupakan.

Sesampainya kami di Betong, semua akses internet kami mati. Roaminglah semua kartu selular. Dua hari kami berkegiatan di daerah Betong, Yala dan Narathiwat, dua hari itu pula kami tidak bisa berkomunikasi dengan pihak keluarga, apalagi untuk mengapdet perkembangan informasi yang kami dapatkan selama di sana. Di tempat kami menginap pun tidak tersedianya wifi. Wifi hanya kami dapat saat berkunjung ke kantor Abee Ismaea. Beliau sangat faham dan memberikan kesempatan kepada kami untuk menikmati faslitas wifi.

Yah, bagaikan  ikan yang terdampar di pasir, megap-megap menahan  rindu dengan dunia luar, itulah sedikit rasa yang kami rasakan. Seperti mendapatkan setetes air walaupun sekejap mampulah untuk bertahan. Kamipun tak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk memberikan informasi kepada family dan teman-teman bahwa kami baik-baik saja di Selatan Thailand. Dan selepas dari kantor tersebut kami kembali lagi bak ikan yang merindukan air.
Jumat, 29 Januari 2016 2 komentar

Untuk Cemburu Pun AKu Tak Berhak

Usahlah memaksa untuk melupakan kenangan yang terbina antara kita. Memaksa Melupakan artinya memaksa terus mengingat. Biarkan ia dengan sendirinya hingga ia benar-benar pupus dengan kenangan yang baru antara kita. (HLY) 


Untuk Cemburu Pun Aku Tak Berhak.
Siapalah aku yang harus sedih jika kau telah menemukan orang-orang terbaik di sekitarmu selain aku
Siapalah aku yang perlu memaksamu untuk berhenti dengan segala aktivitas duniamu
Siapalah aku yang harus iri ketika kamu sukses bersama orang-orang sukses lainnya
Siapalah aku yang harus tertawa jika kegagalan menghampirimu sesaat.

Dan Jikalau saat ini kamu masih tak menghiraukanku.
Aku akan selalu beranggapan 'Kesibukanmu terlalu padat, sehingga waktu istirahatmu pun tersita. Jangankan untuk diriku, waktu untuk dirimu saja begitu kau minimkan'
Wajarlah bila kebersamaan kita berkurang
Bukan karena ada hati yang tak lagi ingin menggapit erat wajah-wajah yang saling merindui
 
;