Semoga tulisan ini bermanfaat.
Sore itu, aku dan dua orang temanku, Mala dan Iki memilih menikmati indahnya petang di sebuah kafe yang menyediakan menu khas dari jepang. Kebetulan pemiliknya adalah dosen kami. Sehingga berita tentang enaknya makanan yang disajikan pun tak luput dari pendengaran kami.
Namun, di sini kita tidak membahas tentang makanan yang bernama takoyaki, suzhi ataupun yang lainnya. Aku akan bercerita tentang saat-saat menuju ke kafe-saat di kafe dan pulangnya kami.
Sore itu, seperti biasa, pukul tujuh belas nol nol adalah jatahnya kami meninggalkan ruang TA sekaligus meninggalkan kampus tercinta dengan segala kenangan aktivitas yang membuat suka maupun duka. Aku, Mala dan Iki pun menuju ke tempat yang telah kami jadikan target.
Saat hampir sampai di tempat tujuan, tiba-tiba salah satu motor yang kami pakai, penginjak giginya copot. Lebih tepatnya bisa dibilang patah. Kami sempat panik. "Yaudah, jalan saja terus, tanggung udah gak jauh lagi kafenya. Pas sampai, barulah kita fikirkan solusinya." Ucapku, mencoba memberikan saran.
Pada saat sudah diparkirkan, dan motor sudah dimatikan, barulah kami tersadar. "Eh, itukan bergigi motornya, terus mana bisa dipindah-pindahin. Karena udah masuk gigi. Kalau di engkol pun tidak bisa, bisa-bisa nanti munclat motornya"
"Hah, iya juga ya. jadi bagaimana?"
"Iya ya, bagaimana"
Sejumlah pertanyaan memusingkan muncul diantara kami. Bengkel pun lumayan jauh dari kafe ini. Kemudian aku pun memutuskan untuk pergi survei bengkel terdekat dengan Iki. Setelah melirik-kiri kanan, akhirnya kami menemukan bengkel yang hampir tutup. Kami pun curhat ke abang bengkel, dan ternyata abang bengkel tersebut menyerah. Beliau menolak membantu kami. (Sebenarnya, bukan nolak. Tapi karena di bengkel tersebut gak punya alat las).
Abang bengkel itu pun iba dengan curhatan kami, akhirnya beliau menunjukkan sebuah tempat yang sangat mahir dalam dunia las-menglas. (Ya iyalah, karena itu tempat membuat pagar, jeruji dsb. Jadi wajar punya alat las).
Kejadian di bengkel pun hampir terulang di tempat las. Tempat las itu pun hampir tutup. Namun, curhatan kami mampu meluluhkan abang tempat las itu. Kami pun janjian dengan abang las itu untuk kembali lagi membawa motor yang giginya copot tersebut.
Namun, kebingungan terjadi lagi.. "Waduh ki.. dorongnya ini bakalan capek juga ya. apalagi musti angkat-angkat lagi, gak bisa cuma sekedar didorong". Keluhku, membayangkan jauhnya perjalanan.
Iki pun hanya mengangguk. "ki, bentar ya. kakak ke sebelah bentar ya" perintahku pada gadis cantik itu.
Seketika, ide gila pun muncul. Aku melihat ada sebuah becak barang yang nganggur disebelah bengkel las. tak butuh waktu lama, aku pun menanyakan siapa pemilik becak barang itu. Ternyata empunyanya sedang di atas bangunan. beliau adalah tukang bangunan yang sedang menyelesaikan tugasnya di atas.
Kembali lagi. Aku pun mulai curhat dengan teman-teman tukang tersebut. Akhirnya, ada yang bersedia membawa becak tersebut dan membuntuti kami sampai ke kafe tadi.
Sampai di sana, kami (aku, mala, iki, abang becak, dan seorang pekerja di kafe) pun mengeksekusi motor yang giginya telah patah itu untuk bisa naik ke atas becak. Cukup memakan waktu juga, dan para pengunjung yang telah memenuhi kafe pun ikut menyaksikan adegan itu (mungkin ada juga ya yang berdoa.. "Ya Allah, semoga mereka kuat" hha). Dan akhirnya setelah berhasil naik, si motor pun diikat agar tidak jatuh saat dibawa.
"Bang.. kami kembali lagi"
Abang ngelas itu pun membantu si abang becak menurunkan motor itu. Ternyata tak butuh waktu lebih dari sepuluh menit (dihitung dari waktu penurun si motor hingga ditangani oleh abang ngelas), gigi si motor akhirnya kembali terpasang. Dalam keheranan, kami pun tertawa sebelum kembali ke kafe setelah membayar ongkos si abang becak dan abang ngelas.