Bukan aku tak ingin menjadi sahabatmu.
Bukan pula aku tak mencintaimu. Ada kalanya ketika kesungguhan cinta harus dibuktikan.
Misalnya dengan tidak menjadi beban fikiran bagimu. Atau dengan menghilangkan senyum manis yang
biasanya ku beri untuk membuatmu bisa kembali berkumpul dengan temanmu yang
lain agar kau tak perlu merasa sungkan saat kau terlalu sering menghabiskan
waktu bersamaku. Ataupun aku harus meninggalkanmu sejenak agar kau bisa lebih focus
dengan urusanmu, ketimbang kau terus-terusan ku repoti dengan keluhku.
Sebenarnya itu hanyalah caraku
mengungkapkan cinta yang ku pendam untukmu. Bukan karena aku tak mencintaimu. Hanya
saja, komunikasiku tak sama dengan komunikasi yang lainnya. Karena aku suka aneh
dengan pemikiranku. Tapi, di balik itu, tak sedikitpun aku ingin melupakanmu sahabatku.
Baiklah, aku akan berkisah tentang persahabatannya sebatang lilin kecil dan
korek kayu. Kisah ini ku dapat saat aku melakukan sebuah perjalanan ke sebuah blog. Sebelum aku
meneruskan ungkapan cintaku, lebih baik kau luangkan waktumu sejenak untuk
membaca kisah ini.
Korek Api dan Sebatang Lilin |
Disebuah
rumah mungil dipinggir hutan, tinggal sebatang lilin kecil. Ketika hari
menjelang malam pemilik rumah tersebut menyalakan lilin kecil itu. Tiba-tiba
datang angin besar menerobos masuk ke jendela rumah itu. Wusshh! Si Lilin Kecil
ini merasakan apinya telah padam. “Aduh, aku harus segera mencari cahaya, hari
sudah semakin gelap.” kata Lilin Kecil dengan panic. Si Lilin Kecil lalu keluar
dari rumah itu dan berteriak kepada Paman Matahari, “Paman, bolehkah aku
meminta sedikit cahayamu?” “O o! Mana mungkin Nak, jarak kita kan terlalu jauh!
Lagipula Paman harus segera pulang, karena malam akan tiba. Daah”, kata Paman
Matahari dengan terburu-buru. Hari sudah beranjak malam, si Lilin Kecil terus
berjalan mencari cahaya. Tiba-tiba dia melihat kilatan lampu mobil, dengan
terburu-buru dia mengejar cahaya lampu mobil itu.
“Tunggu! Tunggu! Lampu mobil, tolonglah aku!”, teriak Lilin Kecil sambil berlari-lari.
“Aduh!”, jerit Lilin Kecil, rupanya dia berlari dengan menggebu-gebu sehingga tidak melihat jalan dan menabrak tiang listrik.
“Lilin Kecil hati-hatilah kalau berjalan,” kata Paman Tiang Listrik.
“Oh, maafkan saya, sebenarnya saya hanya ingin meminta sedikit cahaya, tetapi tidak ada yang menghiraukan saya,” kata Lilin Kecil tertunduk sedih.
“Sudahlah jangan bersedih hati,” kata Paman Tiang Listrik. “Paman punya teman kecil bernama Lampu Meja. Dia tinggal diseberang jalan itu. Cobalah menemuinya, mungkin dia bisa membantu masalahmu.”
Seketika itu wajah Lilin Kecil berubah gembira, setelah mengucapkan terima kasih kepada Paman Tiang Listrik. Lilin kecil pergi menemui si Lampu Meja.
“Cobalah masukkan sumbumu kedalam saklar itu, saya mendapatkan cahaya juga berasal dari sana”, saran si Lampu Meja. Si Lilin Kecil itu dengan tidak sabar menancapkan sumbunya kedalam saklar tersebut. Tetapi kok tidak terjadi reaksi apa-apa ya. Berulang kali dicobanya, namun tetap tidak berhasil. De-ngan hati kecewa siLilin Kecil meninggalkan tempat itu.
Si Lilin Kecil pulang dengan menundukkan kepala dan langkah gontai. Dia merasa benar-benar putus asa. Ketika pikirannya sedang berkecamuk sedih, tiba-tiba dia mendengar jeritan mengaduh. Oh, rupanya si Lilin Kecil lagi-lagi menabrak sesuatu.
“Aduh! Maafkan saya Korek Api, saya tidak melihatmu karena saya sibuk memikirkan kemana lagi mencari cahaya,” kata Lilin Kecil.
“Oh, kamu sedang mencari cahaya? Cepatlah julurkan sumbumu kesini, aku punya cahaya,” kata si Korek Api.
“Waah, benarkah? Baiklah kalau begitu”, kata si Lilin Kecil penuh semangat.
“Aduh Korek Api, Engkau baik hati sekali mau membantuku. Maukah engkau menjadi temanku?”
“Aku senang menjadi temanmu, Lilin Kecil. Ttt…tapi aku akan segera mati”, kata Korek Api dengan lemas.
“Tidak, tidak, aku tidak mau begini! Janganlah mati,” kata Lilin Kecil sambil menangis tersedu-sedu.
“Jjj…jangan sedih Lilin Kecil. Meskipun aku sudah tiada, tetapi cahayaku senantiasa berada di tubuhmu.”
Dan akhirnya si Korek Api itu benar-benar telah mati, namun cahaya Lilin Kecil telah menerangi rumah mungil itu sepanjang malam.
Teman.. tahukah engkau, Lilin Kecil ini menggambarkan sebuah perjuangan dan ketulusan hati demi penerangan disekelilingnya, sedangkan si Korek api menggambarkan sebuah pengorbanan sampai akhir hayatnya juga demi orang lain. Persahabatan antara Lilin Kecil dan Korek Api walaupun sekejap, namun kerukunan dan ketulusan mereka telah memberikan manfaat yang besar kepada lingkungan sekitar.
“Tunggu! Tunggu! Lampu mobil, tolonglah aku!”, teriak Lilin Kecil sambil berlari-lari.
“Aduh!”, jerit Lilin Kecil, rupanya dia berlari dengan menggebu-gebu sehingga tidak melihat jalan dan menabrak tiang listrik.
“Lilin Kecil hati-hatilah kalau berjalan,” kata Paman Tiang Listrik.
“Oh, maafkan saya, sebenarnya saya hanya ingin meminta sedikit cahaya, tetapi tidak ada yang menghiraukan saya,” kata Lilin Kecil tertunduk sedih.
“Sudahlah jangan bersedih hati,” kata Paman Tiang Listrik. “Paman punya teman kecil bernama Lampu Meja. Dia tinggal diseberang jalan itu. Cobalah menemuinya, mungkin dia bisa membantu masalahmu.”
Seketika itu wajah Lilin Kecil berubah gembira, setelah mengucapkan terima kasih kepada Paman Tiang Listrik. Lilin kecil pergi menemui si Lampu Meja.
“Cobalah masukkan sumbumu kedalam saklar itu, saya mendapatkan cahaya juga berasal dari sana”, saran si Lampu Meja. Si Lilin Kecil itu dengan tidak sabar menancapkan sumbunya kedalam saklar tersebut. Tetapi kok tidak terjadi reaksi apa-apa ya. Berulang kali dicobanya, namun tetap tidak berhasil. De-ngan hati kecewa siLilin Kecil meninggalkan tempat itu.
Si Lilin Kecil pulang dengan menundukkan kepala dan langkah gontai. Dia merasa benar-benar putus asa. Ketika pikirannya sedang berkecamuk sedih, tiba-tiba dia mendengar jeritan mengaduh. Oh, rupanya si Lilin Kecil lagi-lagi menabrak sesuatu.
“Aduh! Maafkan saya Korek Api, saya tidak melihatmu karena saya sibuk memikirkan kemana lagi mencari cahaya,” kata Lilin Kecil.
“Oh, kamu sedang mencari cahaya? Cepatlah julurkan sumbumu kesini, aku punya cahaya,” kata si Korek Api.
“Waah, benarkah? Baiklah kalau begitu”, kata si Lilin Kecil penuh semangat.
“Aduh Korek Api, Engkau baik hati sekali mau membantuku. Maukah engkau menjadi temanku?”
“Aku senang menjadi temanmu, Lilin Kecil. Ttt…tapi aku akan segera mati”, kata Korek Api dengan lemas.
“Tidak, tidak, aku tidak mau begini! Janganlah mati,” kata Lilin Kecil sambil menangis tersedu-sedu.
“Jjj…jangan sedih Lilin Kecil. Meskipun aku sudah tiada, tetapi cahayaku senantiasa berada di tubuhmu.”
Dan akhirnya si Korek Api itu benar-benar telah mati, namun cahaya Lilin Kecil telah menerangi rumah mungil itu sepanjang malam.
Teman.. tahukah engkau, Lilin Kecil ini menggambarkan sebuah perjuangan dan ketulusan hati demi penerangan disekelilingnya, sedangkan si Korek api menggambarkan sebuah pengorbanan sampai akhir hayatnya juga demi orang lain. Persahabatan antara Lilin Kecil dan Korek Api walaupun sekejap, namun kerukunan dan ketulusan mereka telah memberikan manfaat yang besar kepada lingkungan sekitar.
Aku
ingin menjadi sebatang korek api, yang mampu membantu dirimu walaupun aku harus
mengorbankan diri untuk membuatmu tersenyum. Aku pun rela membuatmu kembali
ceria, walaupun aku harus menahan sakit ketika kebersamaan kau dengan ku tak
lagi bahagia. Aku pun sanggup menahan luka, demi membuatmu berhenti mengalirkan
butiran bening saat aku tak lagi mampu menjadi teman yang nyaman bagimu.
Semua
itu ada alasan yang tak mungkin bisa ku ungkapkan padamu secara langsung. Karena
ada sebagian ungkapan cinta yang tak perlu diungkapkan dengan kata-kata,
biarlah do’a yang menautkan hati kita, walau perbuatanku tak mampu mengambarkan
rasa cintaku. Kau tetap temanku teman. :)
Maaf bila caraku tak sesuai dengan inginmu. Maaf bila aku belum mampu menjadi layaknya teman yang kau rindui. Maafkan aku belum bisa menjadi sahabat yang dapat kau banggakan. Maafkan aku belum bisa menjadi contoh yang baik serta penyemangat yang energik. Maafkanlah atas kekuranganku itu. Tapi, ketahuilah tanpa kau disisiku sebenarnya aku lemah dan tak berarti. "karena celakalah seorang hamba yang mempunyai teman, namun ia menyia-nyiakannya." tanpa kau disisiku aku tidaklah bisa menyandang sebutan seorang "teman".
_Aku ingin mencintai engkau dalam diam. Agar cinta ini tak mudah layu dan luntur di pergantian waktu. Dan... selalu akan mencintaimu teman_
Maaf bila caraku tak sesuai dengan inginmu. Maaf bila aku belum mampu menjadi layaknya teman yang kau rindui. Maafkan aku belum bisa menjadi sahabat yang dapat kau banggakan. Maafkan aku belum bisa menjadi contoh yang baik serta penyemangat yang energik. Maafkanlah atas kekuranganku itu. Tapi, ketahuilah tanpa kau disisiku sebenarnya aku lemah dan tak berarti. "karena celakalah seorang hamba yang mempunyai teman, namun ia menyia-nyiakannya." tanpa kau disisiku aku tidaklah bisa menyandang sebutan seorang "teman".
_Aku ingin mencintai engkau dalam diam. Agar cinta ini tak mudah layu dan luntur di pergantian waktu. Dan... selalu akan mencintaimu teman_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan kenang-kenangan setelah anda berkunjung walau hanya sebait sapa.. :)