Senin, 15 Desember 2014

Anak

"Na, aku sedang sedih kali ini" Ucap Rara sambil masuk ke dalam rumah.

Raut wajahnya yang menurut orang-orang yang belum nengenalnya sangar, tak punya hati terasa berbeda sore ini. Ada lembayung rindu di sudut matanya.

Aku menuntunnya masuk dan mempersilahkannya duduk di ruang tamu ala anak kosan.

"Ini minum dulu, aku tak punya apa-apa. Cuma air zamzam alias air putih dan makanan ringan ini yang ku punya" ucapku setengah bercanda sambil menata gelas dan toples di depannya.

Rumah kami bersebelahan sebenarnya. Hanya saja kunci rumahnya terbawa adiknya dan suaminya pun belum pulang. Ini bukan kunjungan pertamanya ke rumahku. Tapi inilah kunjungan terlamanya, Allah mengatur waktu sedemikian syahdunya untuk sore ini.

"Oh ya, apa yang menyebabkan seorang Rara yang periang dan tangguh ini sedih?" tanyaku lanjut

"Aku tak pernah sedih sampe begini Na. Ini soal anak. Beliau memang tak mempermasalahkan anak, tapi bagiku anak sangatlah penting." ceritanya sambil menahan isak

Allahuakbar.. Inilah masalah yang sangat menghantui pasangab yang sudah halal. Banyak pasangan yang belum resmi menjadi suami-istri malah sudah menebar benih dimana-mana. Hingga, lahirlah anak yang suci namun bercap haram di mata masyarakat.

Sungguh, ini adalah fenomena akhir zaman yang nyata. Anak yang masih berselubung ari-ari terbuang diemperan, dikerubungi lalat dan belatung. Di tempat lain, ada juga bayi yang merindukan asupan kasih sayang orang tua, namun takdir yang dihadirkan orang tuanya membuat tubuhnya tak lagi utuh dan senyumnya hanya ada saat ia telah berada dalam dekapan yang Maha Kuasa.

Dan kini di hadapanku, ada seorang tetangga, teman, kakak dan sahabat yang sedang merintih merindukan hadirnya buah hati penyejuk mata.
Ahh..
Hati mana yang tak teriris.

Aku.. Apa yang bisa ku katakan untuk menghilangkan sedihnya. Sedang aku, belum merasakan ataupun menjalani pernikahan. Aku masih terpaku atau bisa dikatakan jalan di tempat dengan masalah klasikku yang belum ku selesaikan.

"Sabar Ra. Mungkin Allah masih menginginkan kalian bersama lebih lama. Mengeksplore kedewasaan kalian untuk bisa dipercaya olehNya untuk menitipkan si kecil itu" saranku. Saran yang sangay klasik dan sok bijak, mungkin. Namun, apa lagi yang bisa kuucap?

"Iya Na. Tapi sekarang, di usia pernikahan kami yang hampir setahun, aku merasakan ada yang berbeda dengan pernikahan kami. Setiap keluar jalan-jalan ada yang hambar. Ada yang lain. Seperti sebuah kebosanan. Dan semalam adalah puncaknya kegelisahan itu. Aku telah berbicara dengan beliau secara damai. Aku rela, jika aku dan beliau tak bisa memiliki anak, maka beliau boleh memilih wanita lain tanpa harus meninggalkanku." ceritanya panjang lebar

Bersambung..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan kenang-kenangan setelah anda berkunjung walau hanya sebait sapa.. :)

 
;