Subhanallah.. Lagi-lagi Allah mengajarkanku dengan lembut namun tegas. Ia tidak pernah meninggalkan hambaNya sedetik pun, bahkan seper second sekalipun. Walaupun secara WujudNya kita tidak mampu melihat Kebesarannya, namun zatNya selalu mensibghah hati-hati kita. Yakinlah itu..
Entahlah, hari ini bisa dikatakan sedih ataupun bahagia. gemuruh gejolak dalam diri memang tidak dapat ku tepis begitu saja. Bahkan untuk melumat makanan pun aku tak kuasa rasanya, apalagi untuk membuang jauh segala yang ku lalui. Yah, Penyesalan datang selalu terlambat dan dibarengi dengan keluhan serta pernyataan menyalahkan. Namun, apalah hikmahnya?
Aku mencoba bangkit dari keterpurukan. Mencoba bertahan untuk tidak sedikit pun membiarkan air mata itu mengalir untuk hal-hal sepele yang memang merupakan kesalahanku. Namun, jika aku terlena, maka keterpurukan justru semakin menikamku.
Dalam diamku, aku sedang belajar untuk bertahan. Mengumpulkan sisa-sisa keberanian, agar aku mampu mengarungi kehidupan yang cuma tempat peristirahatan yang melenakan ini.
Dalam diamku, aku sedang belajar mengeja hikmah kedewasaan diri. Agar aku tidak salah dalam mengambil keputusan dalam menghibur diri.
Dalam diamku, aku sedang belajar memaknai apa itu emosi, frustasi dan kondisi yang kesemuanya itu bertubi-tubi menghadangku.
Hari ini...
Yah, Hari ini, Allah mentarbiyahku. Saat aku ke kamar mandi, aku sadar dan melihat seekor semut kecil dan imut, sedang bermain di tepian kamar mandi. Tubuhnya yang mungil, mungkin secara sekilas tak mudah tertangkap mata untuk keberadaannya.
Namun, karena kepekaan dan kesensitifan yang dikaruniakanNya. Aku pun menyadari kehadirannya. Aku berusaha untuk menghindari agar percikan airku tidak membuatnya kenapa-kenapa.
Sebenarnya, bisa saja aku mengulurkan tangan, memindahkannya ke tempat yang lebih aman baginya. Namun, entah mengapa kali ini aku enggan melakukan padanya seperti si kecil lain yang sering berdiam di tepian sudut kamar mandi.
Aku terus mengguyur air sesuai kebutuhanku. Aku menyadari, bahwa tetesan air yang mengenai tubuhnya itu lebih besar ketimbang tubuhnya. Basah kuyup tubuhnya, serta kehilangan arah untuk menyelamatkan diri pasti ia rasakan. Mungkin kepasrahan akan terbawa dalam aliran air hingga ke selokan pembuangan ada di dalam hatinya. Namun yang terjadi apa?
Ia tidak berputus asa, dan panik untuk menghindari semua kecaman serta kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan dia lalui. Aku masih lekat memperhatikannya, sambil terus mengguyur ia dengan air. Ia mencoba berdiam diri, dan menenangkan hatinya, bahkan mungkin di dalam hatinya, ia sedang tengah berdo'a, serta berbaik sangka kepadaNya, bahwa Allah memang telah merencanakan yang terbaik untuknya dan Allah tidak akan membiarkannya sendirian dan luput dari perhatianNya. Walaupun fisiknya sangat kecil mungkin seimbang dengan ukuran butiran pasir ataupun lebih. Sehingga apa? Ia menemukan celah dan cara untuk bertahan dari derasnya guyuran air yang ku timpakan atasnya.
Aku pun tersadar. Tak semestinya aku berputus asa dari RahmatNya yang maha luas dan maha segalanya. Binatang kecil di tepian itu saja, ammpu untuk bertahan dari musibah besar yang menimpanya bertubi-tubi. Bahkan hitungan tiga kali lipat dari kemampuannya yang tampak secara zahir. Sedang aku?
Allah baru mengujiku dengan sedikit dari batas kesanggupanku. Lantas haruskah aku lebih terlihat lemah dari binatang tepian itu? Sedang aku, dikaruniakan akal fikiran yang seharusnya mampu mencerna tanda-tanda kecintaan Allah yang sangat romantis ini. Karena Allah tidak akan menguji hambanya di luar batas kemampuannya. Dan setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Dan itu kan, adalah janji-janji cintaNya Allah.
Jadi, kenapa aku harus terpuruk. Bertahanlah dengan sekuat kemampuan akal dan fikiran untuk terus bersikap tenang dalam menjalani ketetapanNya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan kenang-kenangan setelah anda berkunjung walau hanya sebait sapa.. :)