Pelajaran luar biasa yang saya dapatkan sore ini. Setelah sekian lama hijrah meninggalkan rumah sewaku ke rumah teman, akhirnya sore tadi saya menyempatkan pulang ke rumah. Bukan berarti saya tidak pulang, hanya saja biasanya aku pulang sebentar ke rumah setelah magrib untuk mengambil beberapa keperluan. Dan kali ini beda, Pukul 17.30 saya sudah di rumah.
Allahu Rabbi.. Pemandangan apa ini? Ratusan dedaunan seenaknya saja parkir di depan rumah. Why? oh.. No. Saya bergegas masuk ke dalam meletakkan tas dan tiba-tiba Kak Dahni, teman se rumah muncul dari kamarnya. Beliau mengajakku untuk buang sampah ke pembuangan belakang. Tak ada alasan bagi saya untuk menolaknya, karena sampah saya juga maih tergantunng di luar. Kami memang terbiasa memisahkan segala sesuatu, agar muncul kesadaran untuk disiplin. Termasuk tidak membagi tempat sampah. Ini bukan kami pelit atau tidak kekeluargaan. Ini murni untuk meminimalkan perseteruan.
Setelah membuang sampah, saya pun meminjam sapu lidi milik penghuni rumah sebelah. Saya pun menghimpun dedaunan kering yang berserakan. Karena rumah saya tipe rumah couple, dan rumahku yang letaknya paling ujung. jadi saya pun memulai menghimpun dedaunan itu dari rumah sebelah, karena jika saya tak menyapunya dari sana, percumalah saya berletih-letih menyapu, toh akhirnya sampah sebelah ditebangkan lagi oleh angin ke rumah. Bisa dua kali kerja bukan?
Setelah terkumpul dedaunan keering itu, aku meminta kak Dahni untuk membakarnya. Dan alhasil, karena kesalahan letak pembakaran, hampir saja kami melakukan kesalahan besar yaitu membakar sambungan kabel listrik yang tergantung tepat di bawah api. Api berkobar sangat tinggi, karena daun yang cukup kering, sehingga kobaran api pun menjadi dahsyatnya.
Kami pun panik dan bergegas menyiramkannya air. Berharap tak kejadian hal yang tak diinginkan. Disinilah awal pelajaran berharga dari Allah.
Kak Dahni pun mendorong tumpukan sampah dedaunan itu ke arah lain dan bergegas membakarnya lagi. Syukurnya daun kering itu tak terlanjur basah. Sehingga masih bisa dihidupkan apinya.
Saya tersadar, saat api yang sempat padam perlahan hidup kembali. Ternyata memadamkan api, bukanlah cara yang tepat untuk menghentikan kobaran api. Mematikannya dengan menyiram adalah contoh pembunuhan karakter yang terlalu bahaya, dan bukan penyelesaian masalah.
Lihatlah, apa yang terjadi saat api yang sedang berkobar, kita siram dengan guyuran air. Api memang padam, namun komponen dari pemantik api tersebut, akhirnya melemah dan tak bisa digunakan hingga beberapa waktu ke depannya. apa itu pemantik api? ialah dedauan kering yang mulai basah dan lembab, yang akhirnya, akan menimbulkan masalah baru.
Begitu juga dengan diri kita, saat emosi datang, konflik perseteruan memanas antara sesama, ataupun konflik dalam sebuah lembaga, memadamkan api kemarahan bukan dengan cara membekukan aktifitas mereka dalam sebuah lembaga tersebut. Tapi uraikanlah tumpukan api itu agar tak bersatu. Dengan begitu, kita tetap bisa memanajemen kobaran emosi.
Yah.. Inilah Pelajaran yang Allah berikan kepada saya sore ini. Ayat-ayat kauniyahnya begitu Jlep memperingati saya. Terimakasih Allah.
Lamduro, Aceh Besar. Januari 2015
Lihatlah, apa yang terjadi saat api yang sedang berkobar, kita siram dengan guyuran air. Api memang padam, namun komponen dari pemantik api tersebut, akhirnya melemah dan tak bisa digunakan hingga beberapa waktu ke depannya. apa itu pemantik api? ialah dedauan kering yang mulai basah dan lembab, yang akhirnya, akan menimbulkan masalah baru.
Begitu juga dengan diri kita, saat emosi datang, konflik perseteruan memanas antara sesama, ataupun konflik dalam sebuah lembaga, memadamkan api kemarahan bukan dengan cara membekukan aktifitas mereka dalam sebuah lembaga tersebut. Tapi uraikanlah tumpukan api itu agar tak bersatu. Dengan begitu, kita tetap bisa memanajemen kobaran emosi.
Yah.. Inilah Pelajaran yang Allah berikan kepada saya sore ini. Ayat-ayat kauniyahnya begitu Jlep memperingati saya. Terimakasih Allah.
Lamduro, Aceh Besar. Januari 2015